Cari Blog Ini

Jumat, 09 September 2011

TRAGEDI WINKA & SIHKA

Sutadji Calzoum Bachri

kawin
       kawin
              kawin
                     kawin
                            kawin
                                   ka
                              win
                           ka
                       win
                    ka
               win
             ka
          win
        ka
           winka
                  winka
                         winka
                                 sihka
                                        sihka
                                               sihka
                                                       sih
                                                     ka
                                                  sih
                                               ka
                                            sih
                                         ka
                                      sih
                                    ka
                                 sih
                              ka
                                sih
                                    sih
                                        sih
                                            sih
                                                sih
                                                   sih
                                                      ka
                                                         Ku

TERATAI - Kepada Ki Hajar Dewantara

Sanusi Pane

Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai.
Tidak terlihat orang yang lalu.

Akarnya tumbuh di hati dunia,
Daun bersemi Laksmi mengarang,
 Biarpun ia diabaikan orang,
Serodja kembang gemilang mulia.

Teruslah, o Teratai Bahagia,
Berseri di kebun Indonesia,
Biar sedikit penjaga taman.

Biarpun engkau tidak dilihat,
Biarpun engkau tidak diminat,
Engkau pun turut menjaga Zaman.
 (Jassin, 1963:273)

Kamis, 08 September 2011

SEPISAUPI

Sutardji Calzoum Bachri

sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi

sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri

sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya kedalam nyanyi

1973

Rabu, 07 September 2011

IBU

 D. Zawawi Imron

Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
Hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir


Bila aku merantau
Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
Di hati ada mawang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
Lantaran hutangku padamu tak kuasa ku bayar

Ibu adalah gua pertapaanku
Dan ibulah yang meletakkanku disini
Saat bunga kembang menyerbak bau sayang
Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
Aku mengangguk meskipun kurang mengerti

Bila kasihmu ibarat samudra
Sempit lautan teduh
Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
Tempat berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
Lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
Namamu ibu, yang kan kusebut lebih dahulu
Lantaran aku tahu
Engkau ibu dan aku anakmu

Bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
Ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala
Sesekali datang padaku
Menyuruhku menulis langit biru
Dengan sajakku

Senin, 13 Desember 2010

SELAMAT PAGI INDONESIA

Sapardi Djoko Damono


selamat pagi Indonesia, seekor burung mungil
mengangguk
dan menyayi kecil buatmu
akupun sudah selesai, tinggal mengenakan
sepatu, dan kemudian pergi untuk mewujudkan
setiaku kepadamu dalam kerja yang sederhana

bibirku tak bisa mengucap kata-kata yang
sukar dan tanganku terlalu kurus untuk mengacu
terkepal selalu kujumpai kau di wajah anak-anak
sekolah, di mata perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membantu para pekerja
jalanan,
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu

seekor ayam jantan menegak dan menjeritkan
salam padamu,
kubayangkan sehelai bendera berkibar di
sayapnya,
akupun pergi bekerja, menaklukkan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu demi batu ketabahan,
benteng kemerdekaanmu

pada setiap matahari terbit, o, anak jaman yang
megah
biarkan aku memandang ke timur untuk
mengenangmu,
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah
berkilat, para perempuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta,
khianat, dan pura-pura

selamat pagi, Indonesia
seekor burung kecil memberi salam kepada si
anak kecil,
terasa benar aku tak lain milikmu

Sabtu, 23 Oktober 2010

MEMBACA TANDA-TANDA

Taufiq Ismail



Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita

Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kita mulai merasakannya

Kita saksikan udara abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari

Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan

Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbon dioksid itu
menggilas paru-paru

Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata

Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita membaca tanda-tanda?

Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah
Ampuni dosa-dosa kami

Beri kami kearifan membaca tanda-tanda

Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
akan meluncur lewat sela-sela jari

Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kami mulai merindukanya

Jumat, 15 Oktober 2010

INSYAF

Amir Hamzah

Segala kupinta tiada kau beri
Segala kutanya tiada kausahuti
Butalah aku terdiri sendiri
Penuntun tiada memimpin jari

Maju mundur tiada terdaya
Sempit bumi dunia raya
Runtuh ripuk astana cuaca
Kureka gembira di lapangan dada

Buta tuli bisu kelu
Tertahan aku di muka dewala
Tertegun aku di jalan buntu
Tertebas putus sutera sempana

Besar benar salah arahku
Hampir tertahan tumpah berkahmu
Hampir tertutup pintu restu
Gapura rahasia jalan bertemu

Insyaf diriku dera durhaka
Gugur tersungkur merenang mata
Samar terdengar suwara suwarni
Sapur melipur merindu temu